Catatan Dari Penjara Seri 15 : Dinul Islam Wajib Diamalkan Secara Berjamaah Dengan Kekuasaan Politik Yang Sistemnya Khilafah
Dinul Islam Wajib Diamalkan Secara Berjamaah Dengan Kekuasaan Politik Yang Sistemnya Khilafah
Catatan dari penjara seri 15 redaksi menampilkan tulisan ustad Abu Bakar Ba’asyir yang menguraikan tentang bagaimana dinul islam wajib diamalkan secara berjamaah dengan kekuasaan politik yang sistemnya Khilafah khususnya tentang sunnah Nabi SAW dalam mendakwahkan dan menegakkan dinul Islam melalui langkah yang pertama yaitu berdakwah dan bertabligh.
Selamat Menyimak (from : saveabb.com/red)
SUNNAH NABI SAW DALAM MENDAKWAHKAN DAN MENEGAKKAN DINUL ISLAM
Kalau kita teliti kembali sejarah perjuangan Nabi Muhammad SAW sejak mulai diangkat jadi nabi sampai wafat Beliau, maka akan kita temui bahwa Rasulullah SAW dalam usahanya untuk mendakwahkan dan menegakkan Dinul Islam selalu terpimpin oleh wahyu Allah SWT dengan melalui langkah-langkah seperti yang tersebut dibawah ini:
A. Langkah Pertama
Berdakwah dan bertabligh dengan bersenjatakan kesabaran dan keteguhan.
Setelah turunnya perintah Allah SWT dalam firman-Nya:
“Hai orang-orang yang berkemul (berselimut) bangunlah lalu berilah peringatan” (Al Muddatstsir 1,2)
Maka bangkitlah Baginda SAW memulai menjalankan tugasnya dengan berdakwah dan bertabligh secara rahasia. Adapun tabiat dakwah dan tabligh beliau adalah:
? Materi dakwahnya menegakkan tauhid dan memberantas kemusryikan. Dalam rangka menunaikan dakwah ini Rasululah SAW sama sekali tidak mau bertoleransi dengan kemusyrikan, meskipun nampaknya bertoleransi menguntungkan bahwa meskipun situasinya sangat terjepit, karena Allah SWT mengarahkan Baginda SAW untuk berbuat tegas tanpa kompromi sedikitpun.
Dalam hal ini Allah SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya mereka hampir memalingkan kamu dari apa yang Kami wahyukan kepadamu, agar kamu membuat yang lain secara bohong terhadap Kami; dan kalau sudah begitu tentulah mereka mengambil kamu jadi sahabat yang setia. Dan kalau Kami tidak memperkuat hatimu, niscaya kamu hampir-hampir condong sedikit kepada mereka. Kalau terjadi demikian benar-benarlah Kami akan rasakan kepadamu siksaan berlipat ganda di dunia ini dan begitu pula siksaan berlipat sesudah mati dan kamu tidak akan mendapat seorang penolongpun terhadap Kami” (Al Israa’ : 73,74,75)
Keterangan:
Ayat tersebut diatas menerangkan dengan jelas bahwasanya Nabi Muhammad SAW ketika condong untuk menerima ajakan orang musyrik untuk bertoleransi dengan kemusyrikan diingatkan keras oleh Allah SWT sehingga beliau tetap berada di garis Tauhid.
Bahkan kalau sampai Baginda SAW condong menerima ajakan toleransi orang musryik meskipun hanya sedikit diancam kesengsaraan berlipat ganda hidup dan setelah mati. Dalam ayat yang lain Allah SWT menerangkan bahwa strategi orang musryik dalam menghadapi Dakwah Tauhid ialah berusaha melunakkan dakwah tauhid tersebut sehingga bersedia bertoleransi dan kerjasama dengan kemusyrikan, kalau sudah demikian mereka akan bersikap lunak juga dan bersedia berkawan akrab.
Hal ini diterangkan Allah SWT dalam firman-Nya:
“Maka janganlah kamu ikuti orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Allah. Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak pula kepadamu” (Al Qalam : 8 dan 9)
Keterangan:
Ayat tersebut diatas menerangkan bahwa Nabi SAW dilarang mentaati ajakan orang-orang pendusta (Kafir dan Musyrik) dan mereka menghendaki agar Beliau SAW melunak sedikit, dan merekapun akan melunak. Sikap melunak di dalam menentang kemusyrikan inilah yang dilarang oleh Allah SWT maka Allah SWT memerintahkan agar Nabi SAW tetap teguh berpegang kepada Tauhid dan berlepas diri dari kemusyrikan.
Allah SWT berfirman:
”Katakanlah: ‘Hai orang-orang kafir, aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan menyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah pula menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku” (Al Kaafiruun : 1 – 6)
Dan firman-Nya lagi:
“Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah bagiku amalku dan bagimu amalmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku amalkan dan aku berlepas diri terhadap apa yang kamu amalkan” (Yuunus :41)
Keterangan:
Inilah ayat-ayat yang menerangkan bahwa di dalam mendakwahkan Tauhid tidak boleh ada kompromi sedikitpun dengan kemusyrikan.
Dalam berdakwah dan bertabligh Nabi SAW banyak berdzikir dan mengagungkan Allah SWT semata-mata dan semua dakwahnya semata-mata ditujukan untuk mencari ridho Allah SWT, dan beliau selalu membersihkan hati dan akhlaq menjauhi kejahatan dan selalu bersikap dermawan. Sikap ini membuahkan keberanian dalam menerangkan Aqidah (tauhid), tidak takut ancaman manusia karena yang dibesarkan hanya Allah SWT, selain Allah SWT semua kecil dan selalu bergantung kepada Allah karena selain Allah tidak ada yang dapat memberi manfaat atau menolak mudharot.
Allah SWT berfirman:
“Dan Tuhanmu agungkanlah dan pakaianmu bersihkanlah dan perbuatan dosa (menyembah berhala) tinggalkanlah dan janganlah kamu memberi dengan maksud memperoleh balasan yang lebih banyak. Dan untuk memenuhi perintah Tuhanmu bersabarlah” (Al Muddatstsir : 3 – 7)
Di dalam berdakwah menyampaikan Tauhid, Nabi SAW selalu bersabar menghadapi segala rintangan dan kesulitan yang menimpanya. Karena Allah SWT memang memerintahkan untuk selalu bersabar.
Allah SWT berfiman:
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik. Dan biarkanlah Aku saja bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah mereka barang sebentar”. (Al Muzzammil : 10, 11)
Yang dimaksud sabar ialah mesti memenuhi tiga sikap yaitu:
• Tidak lemah dan menjadi pengecut karena musibah yang menimpanya di jalan Allah bahkan dia tetap mempunyai keberanian melawan kemusyrikan dengan pertolongan Allah SWT.
• Tidak lesu kehilangan semangat karena musibah itu, sebaliknya ia tetap bersemangat tinggi meskipun posisinya terjepit, karena harapannya hanya kepada pertolongan Allah SWT.
• Pantang menyerah kepada musuh. Kalau berjihad tidak akan menyerah dengan menyerahkan senjata pilihannya hanya dua, menang atau terbunuh di jalan Allah. Kalau berdakwah tidak akan melepaskan kebenaran meskipun dalam posisi terjepit, bahkan kebenaran tetap disampaikan apa adanya tidak dirubah-rubah maknanya karena mengharapkan belas kasih musuh. Dia berdoa kepada Allah SWT mohon diampuni segala tindakannya yang berlebih-lebihan mohon ditetapkan pendiriannya jangan berubah-rubah karena takut kepada manusia atau mengharap dunia dan mohon pertolongan dalam melawan orang-orang kafir.
Karakterisitk Da’i / Mujahid semacan ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Dan berapa banyak nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikutnya yang bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu dan tidak pula menyerah kepada musuh. Allah menyukai orang-orang yang sabar. Tidak ada doa mereka selain ucapan: ‘Ya Tuhan kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urursan kami dan tetapkanlah pendirian kami dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir” (Ali Imraan : 146 - 147)
Agar ada kemampuan untuk bersabar dan memikul beban dakwah Tauhid ini, maka Nabi SAW diperintahkan untuk mendirikan shalat Tahajjud.
Perintah tersebut tercantum dalam firman Allah SWT di bawah ini:
“Hai orang-orang yang berselimut (Muhammad SAW), bangunlah untuk shalat di malam hari, kecuali sedikit dari padanya, yaitu seperduanya atau kurangilah dari seperdua itu sedikit, atau lebih dari seperdua itu. Dan bacalah Al Quran itu dengan perlahan-lahan. Sesungguhnya Kami akan menurunkan kepadamu perkataan yang berat. Sesungguhnya bangun di waktu malam adalah lebih tepat untuk khusu’ dan bacaan di waktu itu lebih berkesan. Sesungguhnya kamu pada siang hari mempunyai urusan yang panjang (banyak). Sebutlah nama Tuhanmu dan beribadatlah kepada Nya dengan penuh ketekunan”. (Al Muzzammil : 1 - 8)
Setelah berdakwah secara rahasia beberapa tahun, maka Allah SWT selanjutnya memerintahkan agar Baginda SAW berdakwah secara terang-terangan dan tetap tidak boleh bertoleransi dengan kemusyrikan.
Allah SWT berfirman:
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang–orang yang musyrik” (Al Hijr : 94)
Di dalam berdakwah terutama dakwah secara terang-terangan ini, pertama kali yang diperintahkan oleh Allah SWT adalah agar Beliau mendakwahi sanak-kerabatnya terlebih dahulu.
Allah SWT berfirman:
“Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat” (Asy Syu’araa’ : 214)
Maka untuk melaksanakan perintah tersebut, Baginda Rasulullah SAW mengumpulkan kerabatnya yang terdekat menyampaikan keRasulan diri Baginda dan memberi peringatan kepada mereka agar mereka berIman kepada Allah SWT, karena Baginda tidak dapat menolong mereka dari azab Allah SWT jika mereka tetap durhaka kepada Allah SWT.
Dalam Dakwahnya kepada sanak keluarganya Baginda SAW bersabda: “Wahai kaum Quraisy belilah / tebuslah dirimu dari Allah dengan beriman dan beramal saleh serta meninggalkan kemusyrikan, sesungguhnya saya tidak dapat menolong kamu sekalian dari siksa Allah sedikitpun. Wahai Bani Abdul Mutthalib! Sesungguhnya saya tidak bisa menolong kamu sekalian dari azab Allah sedikitpun. Wahai Bani Abbas! Saya tidak dapat menolong anda sedikitpun dari azab Allah SWT. Wahai Sofiah! Bibi Rasulullah! Saya tidak dapat menolong anda sedikitpun dari azab Allah SWT. Wahai Fatimah binti Muhammad! Mintalah apa yang kamu mau dari hartaku, aku tidak dapat menolongmu sedikitpun dari sisi Allah”. (HR Riwayat Muslim).
Ketika Dakwah ini mulai dilancarkan secara terang-terangan tantanganpun mulai bermunculan, terutama justru tantangan itu datang dari paman Beliau sendiri yaitu Abu Lahab. Namun demikian Dakwah terus dilancarkan tanpa mengindahkan tantangan dan bantahan orang-orang Musyrik baik dari kaumnya sendiri atau dari sanak saudaranya.
Setiap musim Haji, Rasulullah SAW selalu menggunakan kesempatan ini untuk berdakwah menyeru Kabilah-Kabilah yang datang dari luar kota Mekah.
Oleh karena Dakwah yang dilancarkan oleh Rasululah SAW menyeru Dua Kalimat Syahadat dan memberantas kemusyrikan yang sudah mendarah-daging di kalangan bangsa Arab sejak ratusan tahun, maka mereka pada umumnya sangat berat menerima Dakwah Tauhid ini kecuali mereka yang mendapat rahmat Allah SWT yang mau menjawab seruan Rasulullah SAW ini dan mereka ini amat sedikit.
Beratnya orang Musyrik menerima dakwah Tauhid ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman Nya:
“... amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang-orang yang dikehendakinya dan memberi petunjuk kepada agama Nya orang-orang yang kembali kepadanya”. (Asy Syuuraa : 13)
Adapun diantara bentuk tantangan orang-orang musyrik terhadap dakwah Rasulullah SAW adalah digambarkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Dan mereka heran karena mereka kedatangan seorang pemberi peringatan (seorang Rasul) dari kalangan mereka, dan orang-orang kafir berkata: ‘Ini adalah seorang ahi sihir yang banyak berdusta. Mengapa ia menjadikan ilah-ilah itu ilah yang satu saja? Sesunguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan’. Dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka seraya berkata: ‘Pergilah kamu dan tetaplah menyembah ilah-ilahmu, sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang dikehendaki. Kami tidak pernah mendengar hal ini dalam agama yang terakhir ini (mengesakan Allah) tidak lain hanyalah dusta yang diada-adakan”. (Shaad: 4-7)
Namun meskipun tantangan begitu kerasnya Nabi SAW tidak berputus asa dan tidak lemah semangatnya dan tantangan-tantangan itu dihadapi terus dengan kesabaran, memberi nasehat yang baik dan bijaksana.
Sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT:
“Serulah manusia kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang lebih baik. Sesunguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan Nya dan Dia lah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”. (An Nahl : 125)
Dakwah Rasulullah SAW adalah melanjutkan dakwah para Rasul-Rasul sebelumnya yang intinya sama, yaitu mengajak manusia agar beribadah hanya kepada Allah SWT saja dan mengajak manusia agar menjauhi thoghut.
Hal ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Dan sesungguhnya kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat utuk menyerukan: ‘Beribadahlah kepada Allah saja dan jauhilah thoghut ...” (An Nahl : 36)
Dalam menghadapi tantangan berat yang datang dari kaum musyrikin, Allah SWT memerintahkan agar Nabi SAW tetap teguh berpegang kepada tauhid dan berlepas diri dari kemusyrikan.
Hal ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Katakanlah: ‘Hai orang-orang kafir aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi penyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pula pernah menjadi penyembah apa yang aku sembah. Untukmulah agamamu dan untukkulah agamaku”. (Al Kaafiruun : 1-6)
Dan firman-Nya lagi:
“Jika mereka mendustakan kamu, maka katakanlah: ‘Bagiku amalanku dan bagimu amalanmu. Kamu berlepas diri terhadap apa yang aku amalkan dan aku berlepas diri terhadap apa yang kamu amalkan”. (Yuunus : 41)
Dan firman-Nya lagi:
“Maka berpegang teguhlah kamu kepada agama yang telah diwahyukan kepadamu. Sesungguhnya kamu berada diatas jalan yang lurus. Dan sesungguhnya Al Quran itu benar-benar adalah suatu kemuliaan besar bagimu dan bagi kaummu dan kelak kamu akan diminta pertangggungan jawab”. (Az Zukhruf : 43-44)
Dampak dari dakwah Tauhid yang pantang bertoleransi dengan kemusyrikan ini Baginda SAW dan para pengikutnya menghadapi rintangan dan tekanan berat dari kaum Musyrikin baik dalam bentuk ucapan kotor yakni, dituduh gila, tukang sihir, pembohong, atau dalam bentuk perbuatan keji, yakni Baginda SAW dilempar kotoran unta, diwaktu sedang menunaikan Shalat dicekik lehernya, dipencilkan (diembargo sampai kelaparan) dan lain-lain perbuatan keji. Para pengikutnya juga tidak lepas dari ujian dakwah ini terutama mereka yang lemah kedudukan sosialnya (para hamba sahaya) disiksa diluar batas kemanusiaan seperti Bilal bin Robah r.a., Amar bin Yasir r.a., bahkan ada diantara mereka yang disiksa sampai mati seperti ayah dan ibu Amar bin Yasir. r.a.
Gangguan ini diterangkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Dan ingatlah ketika orang-orang kafir Qiraisy memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu, atau membunuhmu atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik pembalas tipu daya”. (Al Anfaal : 30)
Dalam menghadapi tantangan dan tekanan berat kaum Musyrikin ini Allah SWT hanya memerintahkan kepada Rasulullah SAW dan pengikutnya agar tetap bersabar, berlapang dada, memaafkan dan menahan tangan jangan sampai membalas dengan fisik.
Allah SWT berfirman:
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik. Dan biarkanlah Aku saja bertindak terhadap orang-orang yang mendustakan itu, orang-orang yang mempunyai kemewahan dan beri tangguhlah mereka barang sebentar” (Al Muzzammil : 10-11)
Dan firman-Nya lagi:
“Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik. Sesungguhnya mereka memandang siksaan itu jauh (mustahil) sedang kami memandangnya dekat (pasti terjadi)”. (Al Ma’arij: 5,6,7)
Dan firman-Nya lagi:
“..... tahanlah tanganmu (dari berperang) dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat ..... ”. (An Nisaa’ : 77)
Keterangan:
Itulah beberapa ayat Al Quran yang memerintahkan Rasulullah SAW dan para pengikutnya agar tetap sabar dan berlapang dada dalam menghadapi tekanan dan tantangan dan tekanan kaum Musyrikin dalam dakwah Beliau di Mekah.
Maka berkat bimbingan Allah SWT ini para Rasul termasuk Rasulullah SAW mampu bersikap sabar dan tawakal.
Seperti yang diterangkan oleh Allah SWT dalam firman-Nya:
“Mengapa kami tidak akan bertawakal kepada Allah padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja, orang-orang yang bertawakal itu berserah diri”. (Ibraahim : 12)
Bentuk-bentuk kemusyrikan yang harus diberantas di dalam melaksanakan dakah menegakkan tauhid ialah:
a) Kemusyrikan yang berupa benda-benda mati yang disembah: patung, kuburan yang dikeramatkan, benda-benda yang dianggap keramat seperti keris, batu akik, besi kuning dan lain-lain.
b) Kemusyrikan yang berupa makhluq hidup yang disembah seperti dukun-dukun yang mengaku mengakui barang ghaib, para normal, ulama’-ulama’ yang berfatwa manghalalkan hal yang diharamkan oleh Allah dan sebaliknya dan lain-lain.
c) Kemusyrikan ideologi / ajaran buatan manusia yang jelas-jelas bertentangan dengan syariat Islam seperti demokrasi, nasionalis, sosialis, sekuler, liberal dan lain-lain.
d) Kemusyrikan yang berupa pemerintahan / negara yang menolak Islam sebagai dasar negara dan menolak syariat Islam sebagai hukum positifnya.