|

Mengenal Mahrom Kita

بسم الله الرحمن الرحيم


Banyak diantara kaum Muslimin yang tak kenal siapa mahramnya, bahkan mahrom saja tidak tahu. Oleh karena itu kita berkewajiban saling nasehat – menasehati di dalam kebenaran dan ketakwaan.

“dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran.” (Al-Ashr : 3)


Definisi
Istilah mahrom berasal dari kata haram yang berarti tidak boleh atau terlarang. Mahrom sendiri istilah syar’i dari lelaki / perempuan yang haram untuk dinikahi. Sedangkan lidah orang Indonesia selalu menyebut muhrim, padahal arti dari muhrim sendiri adalah orang yang sedang melaksanakan ihram dalam ibadah haji sebelum bertahallul. Jadi, inilah yang perlu diluruskan, MAHROM BUKAN MUHRIM. Sekali lagi, ingat, MAHROM BUKAN MUHRIM !


Siapa mahram kita ?
Alloh Ta’ala berfirman :

“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisaa’ : 23)

Di dalam kemahraman ada 3 klasifikasi :
A. Mahrom Karena Nasab (keturunan)
Di dalam Surah An-Nisaa’ : 23 disebutkan,
pertama : (ibu – ibumu). Ibu dalam bahasa Arob artinya setiap nasab lahirmu kembali kepadanya :
1. Ibu yang melahirkan kita.
2. Nenek kita dari ayah maupun dari ibu.
3. Nenek ayah kita dari ayah maupun ibunya.
4. Nenek ibu kita dari ayah maupun ibunya, dan seterusnya ke atas.


Kedua (anak – anakmu yang perempuan). Anak perempuan dalam bahasa Arob artinyasetiap perempuan yang nisbah kelahirannya kembali kepada kita :
1. Anak perempuan kita.
2. Anak perempuan dari anak perempuan kita (cucu).
3. Anaknya cucu dan seterusnya ke bawah.
Ketiga (saudara – saudara perempuanmu). Saudara perempuan ini meliputi :
1. Saudara perempuan seayah dan seibu (adik-kakak).
2. Saudara perempuan seayah saja (adik-kakak).
3. Saudara perempuan seibu saja (adik-kakak).


Keempat (saudara – saudara perempuan ayahmu). Saudara perempuan ayah kita meliputi :
1. Saudara perempuan ayah dari satu ayah dan ibunya (bibi).
2. Saudara perempuan ayah dari satu ayahnya saja (bibi).
3. Saudara perempuan ayah dari satu ibunya saja (bibi).
4. Saudara perempuan kakek dari ayah maupun ibu kita dan seterusnya ke atas.


Kelima (saudara – saudara perempuan ibumu). Saudara perempuan ibu kita meliputi
1. Saudara perempuan ibu dari satu ayah dan ibunya (bibi)..
2. Saudara perempuan ibu dari satu ayahnya saja (bibi)..
3. Saudara perempuan ibu dari satu ibunya saja (bibi)..
4. Saudara perempuan nenek dari ayah maupun ibu kita dan seterusnya ke atas.


Keenam (anak – anak perempuan dari saudaramu yang laki – laki). Anak perempuan dari saudara laki – laki meliputi :
1. Anak perempuan dari saudara laki – laki kita satu ayah dan satu ibu kita.
2. Anak perempuan dari saudara laki – laki kita satu ayah saja ).
3. Anak perempuan dari saudara laki – laki kita satu ibu saja.
4. Anak – anak perempuan dari anak perempuannya saudara laki – laki kita.
5. Cucu perempuan dari anak perempuannya saudara laki – laki kita dan seterusnya ke bawah.


Ketujuh (anak – anak perempuan dari saudaramu yang perempuan). Anak perempuan dari saudara perempuan meliputi :
1. Anak perempuan dari saudara perempuan kita satu ayah dan ibu kita .
2. Anak perempuan dari saudara perempuan kita satu ayah saja .
3. Anak perempuan dari saudara perempuan s kita atu ibu saja ).
4. Anak – anak perempuan dari anak perempuannya saudara perempuan kita.
5. Cucu perempuan dari anak perempuannya saudara perempuan kita dan seterusnya ke bawah.

Inilah mahrom kita karena hubungan nasab (keturunan) yang HARAM untuk dinikahi. Dan boleh berboncengan dan bersalaman dengannya.

Sedangkan yang BUKAN MAHROM dari hubungan nasab adalah :
1. Anak – anak perempuan dari saudara laki – laki ayah / anak paman (sepupu).
2. Anak – anak perempuan dari saudara laki – laki ibu / anak paman (sepupu).
3. Anak – anak perempuan dari saudara perempuan ayah / anak bibi (sepupu).
4. Anak – anak perempuan dari saudara perempuan ibu / anak bibi (sepupu).

Mereka ini bukanlah mahrom meskipun mempunyai hubungan nasab (keturunan) dengan kita, BOLEH DINIKAHI dan TIDAK BOLEH BERSALAMAN / BERBONCENGAN jika belum kita nikahi.




B. Mahram Karena Persusuan
Kita lihat bahwa dalam An-Nisaa’ : 23 ibu susuan dinyatakan sebagai mahrom, sementara menurut jumhur ulama’, pemilik susu adalah suaminya karena sang suaminyalah yang menjadi sebab isterinya melahirkan hingga mengeluarkan ASI (air susu ibu). Maka ibu susuan disebut mahrom dalam ayat ini adalah sebagai peringatan bahwa sang suami adalah sebagai ayah bagi anak yang menyusu kepada isterinya. Dengan demikian anak – anak ayah dan ibu susuannya baik yang lelaki maupun yang perempuan dianggap sebagai saudaranya (sesusuan), dan demikian pula halnya dengan saudara – saudara dari ayah dan ibu susuannya baik laki – laki ataupun perempuan dianggap sebagai paman dan bibinya. Karena itulahNabi –shollallohu ‘alayhi wa sallam- menetapkan di dalam hadits beliau dari ‘Aisyah dan Ibnu Abbas –radhiyallohu ‘anhuma-, “Sesungguhnya menjadi mahrom dari susuan apa – apa yang menjadi mahrom dan nasab.” (HR. Bukhori dan Muslim)


Dari ‘Aisyah –radhiyallohu ‘anha- : “Bahwa Rasulullah –shollalluhu ‘alayhi wa sallam- suatu hari sedang berada di sisinya lalu ‘Aisyah mendengar seseorang datang meminta izin memasuki rumah Hafshoh. ‘isyah ra. berkata: Lalu aku berkata: ‘Wahai Rasulullah, ada seorang lelaki meminta izin memasuki rumahmu.’ Rasulullah menjawab: ‘Orang itu adalah si fulan, saudara paman Hafshoh sepenyusuan.’ Maka ‘Aisyah bertanya: ‘Wahai Rasulullah, seandainya si fulan (pamannya sepenyusuan) masih hidup, tentunya ia boleh menemuiku?’ Rasulullah menjawab: ‘Ya. Karena sesungguhnya penyusuan itu dapat menjadikan mahrom seperti seperanakan.’” (HR. Muslim No.2615, Shohih)

Kedelapan (ibu – ibu yang menyusui kita). Ibu – ibu yang menyusui kita meliputi :
1. Ibu susuan itu sendiri.
2. Ibunya ibu susuan.
3. Neneknya ibu susuan dan seterusnya ke atas.


Kesembilan (dan saudara – saudara kalian dari susuan). Meliputi :
1. Perempuan yang kamu disusui oleh ibunya (ibu kandung ataupun ibu tiri).
2. Perempuan yang menyusu kepada ibu kita.
3. Perempuan yang sama – sama menyusu pada seorang perempuan yang bukan ibu kita berdua.
4. Perempuan yang menyusu kepada isteri yang lain dari suami ibu susuan kita.



C. Mahram Karena Hubungan Pernikahan
Kesepuluh (dan ibu isteri – isterimu / mertua). Mereka ini menjadi mahrom bila/dengan terjadinya akad nikah antara kita dengan anak – perempuan mereka, walaupun blum bercampur. Dan tidak ada perbedaan antara ibu dari nasab dan ibu susuan dalam kedudukan mereka sebagai mahrom. Demikian pendapat jumhur Ulama’ seperti Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Umar, Jabir dan Imron bin Husain dan juga pendapat kebanyakan para tabi’in juga pendapat Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, imam Ahmad dan Ashabu Ar-Ro’y yang mana mereka berdalilkan dengan ayat ini (An-Nisaa’ : 23).


Kesebelas (anak – anak isterimu -Ar-Roba’ib- yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, akan tetapi bila kamu belum campur dengan isterimu itu / sudah kamu ceraikan, maka tidak berdosa kamu mengawininya). Ayat ini (An-Nisaa’ : 23) menunjukkan bahwa Ar-Roba’ib adalah mahrom, mencakup :
1. Anak – anak perempuan isteri kita.
2. Anak – anak prempuan dari anak – anak isteri kita (cucu perempuannya isteri).
3. Cucu perempuan dari anak – anak isteri kita, dan seterusnya ke bawah.

Akan tetapi yang dimaksud Ar-Roba’ib dalam ayat ini menjadi mahrom dengan syarat apabila ibunya telah digauli, adapun bila ibunya diceraikan atau meninggal sebelum digauli oleh suaminya maka Ar-Roba’ib ini bukanlah mahrom suami ibunya, bahkan suami ibunya bisa menikahinya. Dan ini merupakan pendapat Imam Malik, Ats-Tsaury, Al-Auza’i, Imam Ahmad, Ishaq, Abu Tsaur dll.


Kedua belas (isteri – isteri anak – anak kandungmu / menantu). Meliputi :
1. Isteri dari anak kita (menantu).
2. Isteri dari cucu kita.
3. Isteri dari anaknya cucu dan seterusnya sampai ke bawah baik dari nasab (keturunan) maupun sepersusuan.


Mereka semua menjadi mahrom setelah akad nikah dan tidak ada perbedaan pendapat di kalangan para ulama’ dalam hal ini.





(Kitab Al-Mughny 9/513 – 518, Al-Ifshoh 8/106 – 110, Al-Inshof 8/113 – 116, Majmu’ Al-Fatawa 32/62 – 67, Al-Jami’ Li Ikhtiyarot Al-Fiqhiyyah 2/589 – 592, Zadul Ma’ad 5/119 – 124, Taudhil Al-Ahkam 4/394 – 395, Tafsir Al-Qurthubi 5/105 – 119)

Posted by Knights Of Masjid on 7:11 PM. Filed under , . You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0. Feel free to leave a response

0 komentar for "Mengenal Mahrom Kita"

Leave a reply

Recently Commented

Recently Added